“Ya
disini ada spoiler, tapi saya tidak menyesal memberikan anda spoiler untuk film
ini, malahan anda harus tau hal-hal
dibawah sebelum anda menontonnya”
Film The Professor bukanlah
film yang terlalu nge-hit di tahun 2019, terlepas dari Johnny Deep lah yang
bermain di dalamnya, nampaknya itu tidak cukup untuk mendongkrak kepopuleran
film slice of life tersebut. Saya
pada umumnya tidak terlalu mau mengulas film yang memang tidak populer, namun
pengecualian untuk film ini pasalnya saya sempat melihat trailernya yang mana
menceritakan soal Guru dan saya tertarik untuk menontonnya.
The Professor sendiri berkisah
tentang seorang dosen yang diiagnosis terkena kanker paru-paru dan hanya
menyisahkan satu tahun untuk hidup. Jika anda pernah menonton film 50:50 tentu
saja film ini mengambil tema yang serupa.
Sayangnya, berbeda dengan
film 50:50 yang dibungkus dengan drama normal.
Film The Professor dibungkus dengan drama yang lebih kacau. Kacau dalam artian, kita akan dibawa untuk mengikuti
kehidupan Richard (Johnny Deep) Yang memang dia arahkan sendiri ke tidak benar
karena dia tahu setahun lagi dia akan meninggal.
“Jika kamu tau dalam satu tahun kamu akan meninggal, apa yang ingin kau lakukan?”
Itulah pertanyaan yang
ayalnya ingin disampaikan oleh sang sturadara kepada para menontonnya. Berbekal
dengan filosofi tersebut, sosok Richard mulai menyadari bahwasanya apapun yang
dia lakukan selama 1 tahun kedepan, tidak akan ada pengaruhnya.. Toh dia akan
mati juga. Itulah kenapa dia mulai melakukan hal-hal yang menurutnya bisa
membuatnya bahagia.
Tentu saja bahagia itu
berbeda-beda tergantung dari siapa yang memaknainya. Di sudut pandang Richard,
bahagia adalah nyimeng, sex bebas dan
Mabuk. Yap, benar-benar tidak ada yang
bisa dicontoh sama sekali.
Lantas kenapa saya membahas
film ini apabila memang tidak ada yang bisa di contoh? Well, tentu saja ini pesangon untuk anda agar anda tidak
buang-buang waktu untuk menonton filmnya.
Warning : Jika anda masih bersikeras ingin menonton filmnya, dan tidak mau bocoran. Maka silahkan tekan tombol kembali. Saya ingatkan lagi, saya memang dengan sengaja menulis ini untuk anda-anda yang belum menonton filmnya.
Hidup
itu pilihan, selama kau siap menghadapi resiko, tabrak aja!
Ada banyak adegan yang bikin
saya merasa what the fack sepanjang
film. Salah satunya adalah makan malam keluarga yang terjadi di keluarga
Richard. Dimana kala itu putri Richard Olivia dengan polos mengaku di depan
kedua orang tuanya bahwa dia adalah lesbian.
Dan kedua orang tua yang
mendengarnya hanya tertawa dan menanggapinya dengan santai. Bahkan membuat
Olivia marah dan akhirnya pergi.
Di waktu yang sama, sang
istri juga ingin mengaku kepada sang suami. Veronica, pasangan dari Richard itu
dengan polos mengaku bahwa dia selingkuh dengan boss dari Richard yang bernama
Henry. Respon Richard—biasa saja.
Yap, ini keluarga sedeng semua.
Lagi-Lagi,
saya terbawa ekspektasi.
Jangan salah sangka, saya
suka film-film yang mengambil tema perjuangan seorang guru. Perjuangan yang
dimaksud tentu saja soal mendidik murid-muridnya dengan sebuah filosofi yang
dapat membuat para penonton memaknai hidup lebih baik lagi.
Saya bahkan bisa menyebutkan
beberapa diantara sekian film yang mengambil tema tersebut. Salah satunya tentu
saja Freedom Writer, dimana
menceritakan perjuangan Mrs. Gruwell dalam mengajarkan para muridnya melawan
rasisme. Ataupun sosok Mr. Lopez yang membimbing murid-murid SMA memenangkan
perlombaan drone tingkat Unversitas dalam film Spare Part.
Namun sayang pasca menonton
film The Professor, saya melupakan
satu detail yang sedikit menyadarkan. Bahwasannya film Freedom Writer dan Spare
Part diangkat dari kisah nyata. Dan
ayalnya sangat jahat apabila hanya dibandingkan dengan film sekelas fiksi biasa
seperti The Professor.
Dan jujur, saya sendiri
tidak merasa ada yang spesial pasca menonton film The Professor. Terlepas dari
tema yang diangkat adalah tema yang cukup menarik, yaitu Sosok Richard yang
kala itu di vonis hidupnya tinggal 1 tahun.
Alasannya tentu saja karena impact yang ditimbulkan tidak terlalu ngena di hati—Serius jika anda menonton film Freedom Writer, anda akan benar-benar
mendapat impact luar biasa tentang eksistensi seorang guru.
Richard,
please.
Memang, sosok yang paling
baik untuk diangkat dalam sebuah kisah, tentu saja sosok yang apabila dia tau
persis kapan akhir hayatnya, maka dia akan meninggalkan sesuatu yang berarti
untuk kemanusiaan.
Maksud saya, lihatlah L
Lawliet dalam film L Chage The World,
Dia tau persis kapan dia mati namun setidaknya dia membantu memecahkan kasus
Bio Terorris.
Sedangkan
kau Richard, Kau membiarkan isrimu selingkuh dan membiarkan anak gadismu jadi
lesbian-Apa apaan. Kau bahkan mengusir sebagian besar muridmu dari kelas karena
kau merasa tidak mampu mengajar mereka semua—Wat
Sepanjang film, anda akan
dibawa menuju ketidak jelasan tentang sebenarnya apa yang menjadi nilai moral
dalam film ini.
Pernah kan saat kita
menonton film slice of life dan
karena suatu cerita kita menjadi tertegun akan sebuah petuah ataupun nasehat
yang disampaikan. Saya sendiri tidak bisa menemukannya di film The Professor,
bahkan sesaat setelah menonton, saya mencoba menghubungkan benang-benang merah
dan mencoba ‘menyambung-nyambungkan’ film ini kepada kesimpulan bijak,
Nyatanya?—Nothing. Saya tidak bisa
menemukannya.
...
Tulisan ini ditulis tentu
saja karena saya kira anda tidak akan rugi apabila tidak menonton film ini.
Bahkan, alih-alih nonton film The Professor, lebih baik saya merekomendasikan
film Pokemon : Detective Pikachu untuk mengisi waktu luang anda.
Tetapi, Jika anda masih
bersikeras ingin melihat akting Johnny Deep di film ini. Ya,, Silahkan tonton.
Anda nilai sendiri. Tentu saja apabila anda memiliki pandangan tersendiri dan menemukan bahwa film ini adalah film yang menarik dan memiliki pesona tersendiri, silahkan bagikan opini anda di kolom komentar.